Sejarah Perkembangan Wayang Orang
Namun setelah adanya aksi politis pemerintah Hindia Belanda untuk memecah-belah Mataram menjadi dua menjadi Surakarta dan Yogyakarta, maka sejak itulah semua aspek “kehidupan”, termasuk kesenian, ikut terpengaruh. Lewat Perjanjian Giyanti (palihan negari) tahun 1755, Mataram terbelah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.Dalam bidang kebudayaan atau kesenian, hal politis itu pun berimbas.
Termasuk dalam seni wayang orang. Wayang orang merupakan seni tradisi yang memadukan seni tari, seni drama, seni musik, dan seni rupa.Cerita wayang orang bersumber pada lakon Mahabarata dan Ramayana.Wayang orang merupakan suatu produk kebudayaan yang syarat dengan filsafat dan pendidikan yang mengajarkan kita memahami falsafah hidup, etika, dan tuntutan budi pekerti dalam kehidupan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Konon, Pertunjukan wayang orang pertama kali digelar pada kurun waktu yang hampir bersamaan di Kesultanan Yogyakarta dibawah penguasaan Sultan Hamengkubuwono I dan di Praja Mangkunegaran Surakarta pada masa Adipati Mangkunegara I. Berdasarkan penelitian Leyveld (1931), lakon pertama yang diciptakan Hamengkubuwono I adalah Gandawerdaya, sedangkan Mangkunegara I mengambil lakon Wijanarka.Awal dari wayang orang ini diperkirakan muncul pada abad ke 18.
Di pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah terdapat berbagai macam jenis kesenian tradisional kerakyatan yang tersebar di seluruh pelosok daerah. Semuanya mempunyai corak dan ciri yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan sosial budaya daerahnya.
Jenis-Jenis kesenian tradisional tersebut diantaranya ialah wayang orang. Wayang orang disebut juga dengan istilah wayang wong “bahasa Jawa” ialah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Pertunjukan Wayang Orang ini pada awalnya dipentaskan dengan cara “mbarang” oleh kelompok-kelompok wayang orang yang ada pada saat itu.
Pengertian Wayang Orang “Wayang Wong”
Wayang Orang atau disebut juga Wayang Wong adalah suatu drama tari berdialog prosa yang ceritanya mengambil dari epos Ramayana dan Mahabrata. Konsep dasar wayang orang mengacu pada wayang purwa “wayang kulit”. Oleh karena itu wayang orang merupakan personifikasi wayang kulit. Orang merupakan sebuah genre yang hidangkan ke dalam drama tari tradisional. Yang dimaksud dengan genre ialah jenis penyajian yang memiliki karakteristik struktur, sehingga secara audio visual dapat dibedakan dengan bentuk pertunjukan yang lain.
Kesenian Wayang Orang memuat tentang ajaran-ajaran hidup. Oleh karena itu kesenian Wayang Orang merupakan tontonan dan sekaligus tuntunan hidup bagi masyarakat Jawa yang relevan dengan perkembangan jaman. Dan menurut R.M Soedarsono, Wayang Wong ialah salah satu jenis teater tradisional Jawa yang merupakan gabungan antara seni drama yang berkembang di Barat dengan pertunjukan wayang yang tumbuh dan berkembang di Jawa. Jenis kesenian wayang ini pada mulanya berkembang terutama di lingkungan kraton dan kalangan para priyayi “bangsawan” Jawa.
Baca Juga : Prasasti Adalah
Unsur-Unsur Yang Ada Dalam Pertunjukan Wayang Orang
Adapun unsur-unsur yang ada dalam pertunjukan wayang orang sebagai berikut:
- Gedung
Gedung ialah tempat dimana wayang orang dipergelarkan, didalam gedung terdapat alat dan sarana pendukung pertunjukan, seperti panggung dan pelengkapan lain seperti layar sebagai latar belakang untuk pergantian suasana. Layar di sini berupa kain yang berukuran cukup besar yang ada lukisan yang menggambarkan suasana adegan yang berlangsung. Lukisan ini biasanya berupa di dalam kraton/istana, jalan, hutan, sungai dan pemandangan yang lain.
- Dalang
Dalang ialah orang yang memainkan boneka wayang, seorang dalam mempunyai kedudukan sentral dalam pertunjukan wayang. Seorang dalang bertanggung jawab atas seluruh pergelaran yang sedang berlangsung, memimpin musik, membuat hidupnya pertunjukan, bertindak sebagai penyaji.
- Gamelan Dan Pangrawit
Setiap penyajian wayang orang diperlukan iringan gamelan “musik”, fungsi dari gamelan beserta pengrawitnya ialah untuk mengiringi dan mendukung suasana yang diinginkan, juga ritme gamelan “musik” berfungsi untuk mendukung suasana pertunjukan.
- Sutradara
Sutradara dalam pertunjukan wayang ialah individu/personal yang mengarahkan dan mengkoordinasi segala unsur pertunjukan dengan paham serta mempunyai kecakapan, sehingga mencapai suatu pertunjukan yang berhasil.
- Gerak Tari
Gerak tari ialah tata laku gerak dalam tari, pada hakekatnya tari dalam pertunjukan wayang orang ialah merupakan bagian keseluruhan pertunjukan wayang orang. Tari yang digunakan di panggung wayang orang adalah tari tradisional klasik.
Tari wayang orang dibagi menjadi beberapa karakter yaitu tari putri luruh, tari putri lanyap, tari putra luruh, tari putra lanyap, tari putra gagah dan gecul. Ragam gerak tari yang disajikan adalah gerak baku, artinya telah ada patokannya misalnya, gajah-gajahan, golek iwak, bapang, ukel wutuh, besut, sabetan, lumaksana, kebyok kebyak sampur.
Baca Juga : Profil Negara Asean
- Busana
Busana adalah kostum yang berfungsi untuk menghidupkan perwatakan pelaku/tokoh wayang yang dibawakan, artinya sebelum dia bedialog, kustum yang dikenakan sudah menunjukkan siapa dia sebenarnya.
- Rias
Tata rias dalam wayang, orang membuat wajah dan kepala sesuai dengan peran tokoh wayang yang dikehendaki.
- Lampu Dan Suara
Pada masa lalu saat awal perkembangannya, pertunjukan tari tradisional hanya diberi penerangan dari api, yang bersumber dari minyak kelapa atau minyak tanah. Untuk pengaturan suara menggunakan kenthongan, dalam perkembangan selanjutnya kemudian menggunakan penerangan lampu listrik serta menggunakan alat pengeras suara “sound system”.
Semua alat berfungsi untuk membantu pertunjukan, baik untuk menerangi maupun mengatur suara dalam pertunjukan tari. Penataan lampu sebenarnya bukan sekedar untuk penerangan semata, namun juga berfungsi untuk menciptakan suasana yang diinginkan dan memberi daya hidup pertunjukan secara langsung yaitu efek sinar lampu dapat memberi kontribusi pada suasana dramatik pertunjukan.
Dan secara tidak langsung memberi suasana/daya hidup pada busana penari dan perlengkapan lainnya. Sedangkan penataan suara dapat dikatakan berhasil jika dapat menjadi jembatan komunikasi antara pertunjukan dengan penonton, artinya penonton dapat mendengar dengan baik dan jelas tanpa gangguan apapun sehingga terasa nyaman menikmati pertujukan tari.
Ciri-Ciri Wayang Orang “Wayang Wong”
Nah berikut ini merupakan ciri-ciri wayang orang atau wayang wong diantaranya yaitu:
- Pertunjukan wayang orang tidak terlepas dari berbagai elemen diantaranya seperti gerak tari, kostum penari, irama gamelan, tembang, dialog hingga make up yang kesemuanya menyatu menjadi satu pertunjukan seni yang mempesona.
- Untuk bisa menjadi seorang penari Wayang Orang bukan hanya sekedar bisa menari tapi juga harus bisa menyanyi dan tentunya dalam bahasa Jawa. Dalam menari juga tidak sembarang menari mengikuti irama, Wayang Orang ialah sebuah pertunjukan yang penuh dengan aturan wayang merupakan filosofi kehidupan.
- Dalam pertunjukannya, tata krama, etika, sopan santun semuanya ada dalam Wayang Orang. Contohnya, Gatot Kaca yang gagah dan sakti, sifat ini tercermin dalam gerakan tarinya. Pemeran Gatot Kaca ialah dia yang memiliki angkatan kaki yang tinggi, mata yang mawas dan tangan yang selalu terlentang, setiap gerakan menunjukkan kegagahan, namun saat Gatot Kaca bertemu dan berbicara dengan Arjuna, pamannya Gatot Kaca tidak boleh mengangkat kakinya tinggi-tinggi karena tidak sopan, disinilah terkandung nilai moral.
- Selain menari terdapat dialog yang kadang dalam bentuk tembang, nembang atau menyanyi ada 2 jenis yaitu yang pertama menyanyi tanpa iringan musik yang disebut dengan bhowo atau bisa disebut juga sworo lola yang artinya suara sendiri, selanjutnya greget saut, yang berarti keadaan ada emosi yang jelas.
- Dalam tariannya terdapat istilah wirogo, wiroso, wiromo. Wirogo berarti digerakkan oleh raga “fisik”, Wiroso berarti digerakkan dengan rasa dan wiromo berarti mengikuti irama. Berbeda dengan tarian lain misalnya tarian dangdut yang hanya sekedar mengikuti irama saja, menggerakkan badan, berbeda dalam tarian wayang, tarian wayang itu selain bergerak mengikuti irama juga dengan penjiwaan yang mendalam.
- Konstum dan make up dalam Wayang Orang semuanya bergantung dengan karakter tokoh wayang yang diperankan, masing-masing karakter mempunyai ciri khas sendiri dari bentuk jamang “mahkota”, aksesorisnya, senjatanya, bentuk mata dan lain sebagainya.
Baca Juga : Kebudayaan Zaman Batu
Tujuan Dan Fungsi Wayang Orang “Wayang Wong”
Adapun tujuan dan fungsi pertunjukan wayang orang atau wayang wong yaitu:
- Sebagai seni pertunjukan untuk menyampaikan nilai-nilai dalam bentuk yang simbolis dan konotatif serta estetis.
- Sebagai tontonan atau hiburan.
- Turut menjaga dan mendukung eksistensi kesenian wayang orang.
Dalam perkembangan selanjutnya kemudian menggunakan penerangan lampu listrik serta menggunakan alat pengeras suara (sound system). Semua alat berfungsi untuk membantu pertunjukan, baik untuk menerangi maupun mengatur suara dalam pertunjukan tari. Penataan lampu sebenarnya bukan sekedar untuk penerangan semata, namun juga berfungsi untuk menciptakan suasana yang diinginkan, dan memberi daya hidup pertunjukan secara langsung, yaitu efek sinar lampu dapat memberi kontribusi pada suasana dramatik pertunjukan. Dan secara tidak langsung memberi suasana/daya hidup pada busana penari dan perlengkapan lainnya.
Sedangkan penataan suara dapat dikatakan berhasil jika dapat menjadi jembatan komunikasi antara pertunjukan dengan penonton, artinya penonton dapat mendengar dengan baik dan jelas tanpa gangguan apapun sehingga terasa nyaman menikmati pertunjukan tari.Wayang orang atau yang aslinya dalam dalam Bahasa Jawa disebut wayang wόng adalah salah satu jenis teater tradisional Jawa yang merupakan gabungan antara seni drama yang berkembang di Barat dengan pertunjukan wayang yang tumbuh dan berkembang di Jawa.
Jenis kesenian ini pada mulanya berkembang terutama di lingkungan keraton dan kalangan para priyayiJawa. Wayang wόng adalah sebuah pertunjukan seni tari drama dan teater yang mengambil cerita Ramayana dan Mahabarata sebagai induk ceritanya.Wayang orang yang digolongkan ke dalam bentuk drama seni tari tradisional.Sebutan wayang berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti bayangan.
Diketahui bahwa wayang orang lahir di Mangkunegaran dan Yogyakarta, sedangkan wayang orang panggung sebagai wayang orang komersil memang diciptakan diluar keraton.
Rustopo didalam bukunya “Menjadi Jawa” yang membahas sejarah perkembangan wayang orang, menyebutkan bahwa wayang orang di Surakarta ini berasal dari tradisi pertunjukkan seni Pura Mangkunegaran yang pada awalnya dikembangkan oleh Pangeran Adipati Mangkunegara I (1757-1796). Rustopo mengutip Soedarsono (R.M. Soedarsono, “Wayang Wong Drama Tari Ritual Kenegaraan di Keraton Yogyakarta”) yang menyebutkan bahwa Keraton Yogyakarta dan Pura Mangkunegaran adalah tempat kelahiran wayang orang ketika kesusasteraan Jawa mengalami masa renaissance pada abad ke 18-19, yang ditandai dengan penulisan kembali kakawin (Jawa Kuno) dalam bahasa susastra Jawa Baru. Sesungguhnya kerajaan-kerajaan di Jawa Timur abad ke 10 hingga ke 15, sendratari wayang orang yang menceritakan Ramayana dan Mahabarata ini juga sudah dikembangkan.
Wayang orang sebagai salah satu produk seni adiluhung kebudayaan Jawa, memiliki peran penting dalam menjadi suatu “identitas Jawa”. Adanya dua gagrak atau style (gaya) dalam garap seni pertunjukan wayang orang menunjukkan betapa sungguh kaya kebudayaan masyarakat Jawa. Walaupun sejatinya tak dapat dipungkiri, dua gaya yang berbeda tersebut lahir berkat lembar hitam sejarah politik adu domba penjajah pada masa lalu terhadap entitas tunggal Kesultanan Mataram.
Semua produk budaya Jawa yang awalnya hanya terdapat satu gagrak tunggal yaitu gagrak Mataram, akhirnya terpecah menjadi dua, yaitu gagrak Surakarta dan gagrak Yogyakarta. Masing-masing gaya memiliki sejarah, cerita perkembangan, dan dinamikanya sendiri, berawal dari balik tembok istana hingga tersebar grup wayang orang di beberapa kota di Indonesia.
Baca Juga : Penjelasan Kerajaan Gowa-Tallo ( Makassar )
Wayang Orang Gaya Yogyakarta
Pada awal pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I, kesenian yang mendapat perhatian besar adalah seni karawitan dan seni tari, tetapi aspek pertahanan dan keamanan juga mendapat perhatian yang besar.Mengingat waktu itu Sultan juga menghadapi kekuatan Belanda.
Oleh sebab itu teknik-teknik menari tidak jauh berbeda dengan latihan militer, ketegasan, ketagapan tubuh, kesungguhan, dan semangat menjadi sangat utama.Bentuk dramatari yang pertama diciptakan Sultan Hamengkubuwono I adalah seni wayang orang dengan lakon Gandawerdaya. Lakon ini mengandung spirit patriotisme yang digali dari epos Mahabarata, khususnya mengemukakan patriotisme dari para kesatria Pandawa yang gagah berani membela kebenaran atas kelicikan para Kurawa (Wibowo,1981: 33).
Wayang orang di Kesultanan Yogyakarta merupakan tari kelompok yang sangat sederhana, karena tidak memusatkan pada gemerlapan kostum dan piranti lainnya, tetapi lebih mencitrakan semangat dan penghayatan yang kuat terhadap karakter tokoh. Sehingga tari klasik gaya Yogyakarta menampakan ciri bentuk yang lebih klasik dari pada tari gaya Surakarta yang berkesan romantik.
Perbedaan tersebut membuat tari klasik gaya Yogyakarta, termasuk wayang orang, mendapat sebutan yang ekslusif yaitu joged Mataram. Penari-penari wayang orang yang memegang peranan penting harus memiliki bekal falsafah dalam joged Mataram ini secara baik. Sebab apabila tidak, akan sukar menyalurkan “dinamika dalam” dari karakter yang dibawakannya. Seorang yang memiliki grȇgȇd, pada waktu memerankan seorang tokoh wayang akan kelihatan ekspresi dari “gerak dalam” jiwanya, biarpun ia dalam keadaan tidak sedang menari.
Perkembangan tari gaya Yogyakarta sejak pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I hinga sekarang tetap mendapat perhatian, dan selalu terjadi peningkatan-peningkatan pada setiap generasi ataussetiap sultan yang memerintah. Oleh sebab itu dapat dikelompokkan menjadi 3 periode, yaitu :
- Periode Pertumbuhan
Perkembanan seni pertunjukan Yogyakarta diawali sejak zaman pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I yang memerintah antara tahun 1755 – 1792 hingga masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII yang memerintah antara tahun 1921 – 1939.Pada masa itu perkembangan seni pertunjukan.Khususnya wayang orang mendapat perhatian yang cukup besar dari Sultan Hamengkubuwono I. Fungsi sosial dari wayang orang adalah untuk menumbuhkan semangat patriotis dari rakyat Kesultanan Yogyakarta menghadapi penjajah Belanda.
Data tentang pementasan wayang orang pada masa awal tercatata sebagai berikut :
- Masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792); lakon yang dipentaskan Gandawerdaya dan Jayasemedi.
- Masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono II (1792-1812) lakon yang dipentaskan Jayapustaka, masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono III (1812-1814) tidak ditemukan data pementasan, masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono IV (1814-1823) tidak ditemukan data pementasan.
Baca Juga : 15 Pengertian Teater (Drama) Menurut Para Ahli
- Periode Pembakuan
Tari gaya Yogyakarta yang terus tumbuh dan berkembang hingga pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII (1921-1939). Pada masa itu, banyak usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan, khsusunya mulai dari penyempurnaan gerak tari, tata busana, dan model Pedalangan. Terlebih pada masa itu berdiri sebuah sekolah pedalangan yang disebut Habiranda yang digukung oleh Java Institut.
Tahun 1960, pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono IX, mulai dilakukan pembakuan-pembakuan, baik aspek teknis maupun aspek pemikiran yang bersifat filosofis. Pada priode pembakuan wayang orang gaya Yogyakarta dapat disimak dapat disimak kronologisnya :
- Sultan Hamengkubuwono V (1823-1855) lakon yang diproduksi antara lain Pragolog Pati, Petruk Dados Ratu, Rabinipun Angkawijaya angsal Dewi Utari, Jayasemedi, dan Pergiwa-Pergiwati.
- Semasa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VI (1855-1877) tidak ada data pementasan, sementara pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII (1877-1921) terdapat dua pementasan dengan lakon Sri Suwela dan Pergiwa-Pergiwati. Pada tahun 1899, J. Groneman mencatatat dalam bukunya yang berjudul “De Wayang Orang Pregiwain den Keraton te Yogyakarta”, digambarkan bahwa wayang orang dipertunjukan selama tiga hari yang dihadiri tidak kurang dari 35.000 penonton (Rusliana, 2001;13).
- Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII (1921-1939) merupakan masa keemasan wayang wong gaya Yogyakarta dengan mementasan yang cukup banyak dan besar-besaran yaitu pementasan memakan waktu lebih dari 3 hari dengan mengembangkan lebih dari 20 lakon.
- Periode Pembaharuan dan Pengembangan
Pembaharuan tari gaya Yogyakarta memang tidak terjadi di dalam keraton, tetapi dengan materi tari gaya Yogyakarta yang telah diizinkan oleh pihak keraton untuk disebarluaskan pada masyarakat. Masa ini dimulai dari masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII dan Sultan Hamengkubuwono IX (Wibowo, 1981: 45-47).
Masa pengembangan dan pembaharuan ini ditandai dengan berdirinya pusat-pusat latihan tari gaya Yogyakarta yang dikelola oleh masyarakat seperti Krida Beksa Wirama yang didirikan pada tahun 1918 di Yogyakarta. Semenjak saat itu seni tari mendapat perhatian yang cukup, besar, terutama pada teknik pengajar.Sebab metode pengajaran yang dipakai dui dalam keraton (metode tradisional) dianggap tidak relevan lagi.Apalagi untuk mempelajari tari dalam waktu yang singkat.Selain itu tujuan pendidikan tari dalam taraf penyebarluasan, sifatnya masih apresiatif.Ini berkaitan dengan masih langkanya orang mempelajari tari, waktu itu.
Terutama kalangan pelajar dan mahasiswa. Tidak mengherankan perkembangan seni tari di zaman sebelum kemerdekaan RI (17 Agustus 45) jarang ada tari-tarian yang beraneka ragam garapannya. Dan tari yang dipelajari masih memanfaatkan hasil produksi Istana (Keraton Jawa) (Sedyawati 1981:8), yang lazim disebut tariklasik, seperti bȇdaya, lawung, srimpi, wireng,pȇtikan, wayang wόng, dan sebagainya.
Selama perkembangan tersebut, terciptalah gerak-gerak tari baru yang diciptakan seniman, pakar tari keraton antara lain sȇmbahan, sabȇtan, lumaksana, ngombak banyu, serta srisig.
Wayang orang mungkin memang kurang populer dibandingkan wayang kulit.Namun sesungguhnya pertunjukan wayang orang tidak kalah menarik dengan wayang kulit.Wayang orang terasa istimewa karena kita bisa menikmati cerita sembali melihat keindahan gerakan para penari.Sama halnya dengan tari-tari tradisional, saat ini wayang orang sudah bisa disaksikan di luar keraton.
Baca Juga : “Teater Tradisional & Modern” Definisi & ( Ciri – Contoh – Perbedaan )
Wayang Orang Gaya Surakarta
Diketahui bahwa wayang orang gaya Surakarta lahir di Pura Mangkunegaran, sedangkan wayang orang panggung sebagai wayang orang komersil memang diciptakan di luar keraton.
Adalah Pangeran Adipati Mangkunegara I, yang pada sekitar tahun 1757 menciptakan sebuah bentuk sendratari wayang orang, yang berfungsi sebagai sajian ritual Pura Mangkunegaran dan untuk “konsumsi dalam” para bangsawan saat itu. Penyebab pergeseran kedudukan seni wayang wong dari pertunjukan kaum elite menjadi pertunjukan bagi semua kalangan adalah keadaan keuangan Mangkunegaran yang mengalami kemerosotan dan kebijakan Mangkunegara VI dalam upaya mengembalikan perekonomian Mangkunegaran.
Diawalai pada masa pemerintahan Mangkunegara IV, Mangkunegaran mengalami masa kejayaan.Banyak didirikan perkebunan-perkebunan kopi dan tebu di wilayah Mangkunegaran serta pembangunan pabrik gula Tasikmadu dan Colomadu.Keberhasilan bidang ekonomi ini membawa Mangkunegara IV dalam mengembangkan bidang kesenian.Terbukti dengan hasil seni sastranya yang terkenal yaitu Serat Wedhatama.Dalam seni tari Mangkunegara IV menciptakan opera Langendriyan, fragmen-fragmen epos Ramayana dan Mahabharata, serta Beksan Wireng.Dalam dunia pewayangan menciptakan Kyai Sebet, yaitu wayang kulit pusaka Mangkunegaran dan pagelaran wayang madya.
Pada masa pemerintahan Mangkunegara V didukung oleh perekonomian yang kuat peninggalan dari Mangkunegara IV, Mangkunegara V bisa lebih fokus dalam mengembangkan dan menyempurnakan kesenian warisan dari Mangkunegara IV terutama kesenian wayang wong. Pada masa inilah kesenian wayang wong mengalami masa kejayaannya. Hal ini terbukti ketika Mangkunegara V mulai membuat standarisasi tata busana wayang wong dengan diilhami tata busana wayang purwa dan gambar Bima pada relief Candi Sukuh di Kabupaten Karanganyar.
Standarisasi busana ditunjukan dalam sebuah manuskrip yang berjudul “Pratelan Busananing Ringgit Tiyang”. Tidak hanya pada standarisasi tata busana, Mangkunegara V juga menciptakan naskah lakon dan pertunjukannya.
Untuk melestarikan seni wayang orang di keraton ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi ketika terjadi krisis ekonomi yang disebabkan oleh gagalnya panen kopi karena serangan hama dan bangkrutnya pabrik gula karena beredar luasnya gula bit di Eropa, akhirnya mengakibatkan kemerosotan kegiatan seni di Pura Mangkunegaran. Selain karena krisis keuangan, juga kegiatan seni wayang orang ini digolongkan sebagai kegiatan yang memboroskan.Akibatnya sebagian besar abdi dalem kesenian, termasuk abdi dalem wayang orang diberhentikan dan menganggur.
Merosotnya seni wayang orang di Mangkunegaran sebagai akibat dari krisis ekonomi di keraton ini menarik minat seorang pengusaha batik Tionghoa Surakarta yang bernama Gan Kam. Leluhur dan keluarga Gan Kam yang bernenek seorang wanita Jawa diketahui sejak lama mempunyai hubungan dekat dengan keluarga Pura Mangkunegaran.
Anggota keturunan keluarga Gan yang Muslim, apabila meninggal dunia jenazahnya dimakamkan di makam keluarga Gan di Desa Pajang pemberian Mangkunegara III sebagaipenghargaan atas jasa leluhur Gan kepada Mangkunegaran ketika terjadi Perang Jawa (1825-1830). Gan Kam berhasil merayu Mangkunegara V untuk memboyong wayang orang Mangkunegara keluar tembok istana untuk dipasarkan atau agar dapat dinikmati oleh orang kebanyakan dan penduduk kota.
Sekiranya Gan Kan tidak melanjutkan seni tradisi wayang orang tersebut diluar keraton, kemungkinan besar warisan seni wayang orang ini akan hilang untuk selamanya. Dan atas peranannya, seni wayang orang dari keraton itu bergeser menjadi bagian seni tradisi pertunjukkan masyarakat yang tidak sakral lagi (desakralisasi) atau menjadi pertunjukkan hiburan yang bersifat komersil dan populis dalam bentuk wayang panggung (komersil).
Pada tahun 1895, Gan Kam yang dikenal sebagai perintis yang mempopulerkan wayang orang Mangkunegaran membentuk rombongan wayang orang komersil pertama yang sebagian besar pemainnya direkrut dari mantan abdi dalem penari wayang orang Mangkunegaran yang diberhentikan.
Ada perbedaan antara wayang orang Mangkunegaran dengan wayang orang panggung. Atas izin Mangkunegara V, Gan Kam mengemas pertunjukkan wayang orang dalam durasi waktu yang agak pendek, lebih mementingkan dialog daripada tarinya, sehingga dapat menghibur penonton. Garapan tari yang terlalu halus, rumit dan lama yang dianggap dapat membosankan penonton dikurangi. Kalau peranan tokoh wayang orang di Pura Mangkunegaran semuanya dimainkan oleh laki-laki (termasuk tokoh wanitanya), maka pada wayang orang panggung, peranan tokoh laki-laki tertentu (alusan) seperti Arjuna, Abimanyu, Wibisana, dan yang sejenisnya diperankan oleh penari perempuan (dengan alasan-alasan tertentu yang terlalu panjang kalau disebutkan).
Baca Juga : “Properti Dalam Teater” Pengertian & ( Unsur – Jenis )
Diketahui ketika itu bahwa banyak penduduk Tionghoa di sekitar Surakarta, Yogyakarta, Semarang, Madiun, dan lainnya menjadi penggemar-penggemar wayang orang dan kerawitan Jawa.Tidak jarang bahwa suatu waktu deretan kursi-kursi terdepan di Gedung Wayang Orang Sriwedari seolah-olah menjadi milik nyonya-nyonya Tionghoa, karena sudah dipesan atau diabonemen sebelumnya. Gan Kam, bapak pendiri wayang orang panggung (komersil) itu meninggal dunia pada tahun 1928.
- Perbandingan Garap Wayang Orang Gaya Surakarta dan Yogyakarta
Untuk menyelenggarakan pertunjukan wayang orang secara lengkap, biasanya dibutuhkan pendukung sebanyak 35 orang, yang terdiri dari :
- 20 orang sebagai pemain (terdiri dari pria dan wanita);
- 12 orang sebagai penabuh gamelan merangkap wiraswara;
- 2 orang sebagai waranggana;
- 1 orang sebagai dalang.
Dalam pertunjukan wayang orang, fungsi dalang yang juga merupakan sutradara tidak seluas seperti pada wayang kulit.Dalang wayang orang bertindak sebagai pengatur perpindahan adegan, yang ditandai dengan suara suluk atau monolog. Dalam dialog yang diucapkan oleh pemain, sedikit sekali campur tangan dalang. Dalang hanya memberikan petunjuk-petunjuk garis besar saja. Selanjutnya pemain sendiri yang harus berimprovisasi dengan dialognya sesuai dengan alur ceritera yang telah diberikan oleh sang dalang.
Pola kostum dan make up wayang orang disesuaikan dengan bentuk (patron) wayang kulit, sehingga pola tersebut tidak pernah kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Pertunjukan wayang orang menggunakan konsep pementasan panggung yang bersifat realistis.Setiap gerak dari pemain dilakukan dengan tarian, baik ketika masuk panggung, keluar panggung, perang, ataupun yang lain-lain.
Gamelan yang dipergunakan seperti juga dalam wayang kulit adalah pelog dan slendro dan bila tidak lengkap biasanya dipakai yang slendro saja. Lama pertunjukan wayang orang biasanya sekitar 7 atau 8 jam untuk satu lakon, biasanya dilakukan pada malam hari. Pertunjukan pada siang hari jarang sekali dilakukan.Sebelum pertunjukan di mulai sering ditampilkan pra-tontonan berupa atraksi tari-tarian yang disebut ekstra, yang tidak ada hubungannya dengan lakon utama.
Garap wayang orang memiliki perbedaan dalam masing-masing gaya. Yogyakarta yang masih menjalankan budaya Mataram asli memiliki ciri khas sendiri, begitu pula dengan Mangkunegaran (Surakarta) yang memiliki ciri khas sendiri hasil yasa enggal atau membuat yang baru.
Perbedaan itu salah satunya bisa dilihat pada tata rias pemain wayang orang. Dalam garapan gaya Surakarta, busana rias pemain tampak sangat gemerlapan serta berkesan romantik. Sementara dalam gaya Yogyakarta, busana pemain menampakkan ciri bentuk yang lebih klasik dari pada busana gaya Surakarta. Untuk pakaian tokoh kera dalam adegan Ramayana misalnya, riasan wajah pemain kera gaya Surakarta hanya mengandalkan riasan make up wajah (irah-irahan) serta aksesoris berupa taring dan rumbai rambut pasangan. Sementara dalam gaya Yogyakarta, penggambaran citra wajah tokoh kera menggunakan aksesori topeng kayu. Begitu pula dalam tokoh raksaksa, gaya Yogyakarta juga menggunakan akseoris topeng kayu untuk menggambarkan ciri wajah dan perangai raksaksa yang diperankan.
Perbedaan yang ada di antara dua aliran terdapat terutama pada intonasi dialog, tan, dan kostum. Dialog dalam wayang orang gaya Surakarta lebih bersifat realis sesuai dengan tingkatan emosi dan suasana yang terjadi, dan intonasinya agak bervariasi. Dalam wayang orang gaya Yogyakarta dialog distilisasinya sedemikian rupa dan mempunyai pola yang monoton.
Kini, hampir kebanyakan grup wayang orang yang dijumpai menggunakan dialog gaya Surakarta. Jika ada perbedaan, perbedaan tersebut hanya terdapat pada tarian atau kadangkala pada kostum.
Perkembangan dua gaya dalam pementasan wayang orang merupakan suatu kekayaan budaya adiluhung yang tak ternilai harganya. Masing-masing gaya memiliki ciri khas tersendiri, yang menjadikan suatu identitas bagi daerah tersebut. Begitu pelik dan rumitnya olah garap sendratari wayang orang baik secara fisik maupun falsafah yang terkandung di dalamnya, menunjukkan bahwa Bangsa Jawa telah mampu menciptakan sebuah karya seni budaya yang sudah sangat maju dan terstruktur rapi, serta begitu halus dan estetis.
Berhasil tidaknya regenerasi wayang orang tidak dapat dipandang secara sepintas.Kesenian wayang orang yang diturunkan dari masa ke masa tersebut, tidak boleh punah di tangan generasi saat ini.
Walaupun sempat mengalami pasang surut dalam perkembangannya, sendratari wayang orang masih tetap eksis di tengah moderenisasi.Di tengah hingar bingar hiburan moderen, wayang orang menjadi salah satu rujukan hiburan dengan sensasi dan suasana yang berbeda, tradisional namun elegan.
Sebagai masyarakat Jawa yang diwarisi berbagai produk budaya yang beraneka ragam tersebut, sudah seharusnya memiliki hak dan juga berkewajiban untuk ikut melestarikan produk-produk budaya itu, termasuk pula di dalamnya wayang orang.Melestarikan seni budaya tidak perlu harus menjadi pelaku aktif dalam bidang seni budaya tersebut, walaupun memang lebih baik jika seperti itu.Semua bisa dimulai dari yang paling mendasar, yaitu merasa memiliki, kemudian bangga, serta menyukai dan mencintai. Sekalipun kita tidak memiliki bakat dan minat menjadi pemain wayang orang, kita masih bisa ikut berpartisipasi dalam melestarikan seni wayang orang, yaitu dengan bangga akan seni wayang orang dan gemar menyaksikan pergelaran wayang orang. Dengan demikian, suatu produk budaya akan tetap lestari di tengah gempuran arus kemajuan dan moderenisasi.
Wayang orang disebut juga dengan istilah wayang wong (bahasa Jawa) adalah wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita wayang tersebut. Wayang orang diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731.
Sesuai dengan nama sebutannya, wayang tersebut tidak lagi dipergelarkan dengan memainkan boneka-boneka wayang (wayang kulit yang biasanya terbuat dari bahan kulit kerbau ataupun yang lain), akan tetapi menampilkan manusia-manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang tersebut. Mereka memakai pakaian sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang kulit. Supaya bentuk muka atau bangun muka mereka menyerupai wayang kulit (kalau dilihat dari samping), sering kali pemain wayang orang ini diubah/dihias mukanya dengan tambahan gambar atau lukisan.
Pertunjukan wayang orang yang masih ada saat ini, salah satunya adalah wayang orang Barata (di kawasan Pasar Senen, Jakarta), Taman Mini Indonesia Indah, Taman Sriwedari Solo, Taman Budaya Raden Saleh Semarang, dan lain-lain.
Baca Juga : 101 Pengertian Dan Macam-Macam Seni Menurut Para Ahli
Demikianlah pembahasan mengenai Wayang Orang Adalah – Pengertian, Ciri, Filosofi, Fungsi & Contoh semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian semua,, terima kasih banyak atas kunjungannya.