Latar Belakang
Kerajaan Pajang – Peninggalan, Kejayaan, Letak, Runtuh, Politik – Sebelum berdirinya kerjaan Islam, di Jawa telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang cukup kokoh dan tangguh,bahkan sampai saat ini hasil peradabannya masih dapat disaksikan. Misalnya Candi Borobudur dan Candi Roro Jonggrang di desa Prambanan.Dan wajarlah jika Vlekke menyebut kerajaan-kerajaan pra-Islam, khususnya Singasari dan Majapahit, sebagai Empire Builders of Jawa.
Setelah agama Islam datang di Jawa kerajaan Majapahit semakin lama semakin merosot pengaruhnya di kalangan masyarakat.Sehingga terjadilah pergeseran di bidang politik. Menurut Sartono, Islamisasi menunjukkan suatu proses yang terjadi sangat cepat, yang merupakan hasil dakwah para wali sebagai perintis dan penyebar agama Islam di Jawa. Di samping kewibawaan rohaniah, para wali juga berpengaruh dalam bidang politik, bahkan ada yang memegang pemerintahan.
Politik yang paling menonjol yang di perankan oleh para wali adalah perpindahannya kerajaan Demak yang semula berkedudukan di kota-kota pantai, ternyata tidak dapat di pertahankan oleh penerusnya.Akhirnya, pusat aktivitas politiknya pindah kepedalaman yang semula kuat kehinduannya. Dan dari sinilah proses islamisasi bermula di pedalaman kerajaan Islam Pajang yang di pandang sebagai pewaris dari kerajaan Islam Demak. Demikianlah perjuangan para wali sanga dan penguasa kerajaan Islam dalam menyebarkan agama Islam di Jawa, sehingga tidak mungkin membicarakan penyebaran Islam tanpa membicarakan keduanya pula.
Sejarah Bedirinya Kerajaan Pajang
Kerajaan pajang adalah kerajaaan islam yang ada di Jawa, meskipun pemerintahannya tidak begitu lama tetapi kerajaan pajang pernah berkuasa. Kerajaan pajang mestinya muncul sebelum runtuhnya kerajaan Majapahit.Karena Majapahit masih bebrkuasa maka kareajaan pajang belum begitu diperhatikan.Pada abad ke-14 Pajang sudah disebut dalam kitab Negarakertagama karena dikunjungi oleh Hayam Wuruk dalam perjalanannya memeriksa bagian Barat. Antara abad ke-11 dan 14 di Jawa Tengah Selatan tidak ada Kerajaan tetapi Majapahit masih berkuasa sampai kesana.Sementara itu, di Demak mulai muncul Kerajaan kecil yang didirikan oleh tokoh-tokoh beragama Islam.Namun, sampai awal abad ke-16 kewibawaan raja Majapahit masih diakui.
Setelah Majapahit mengalami kemunduran atau lebih tepatnya pada akhir abad ke 17 dan awal abad ke 18 para penulis kertasura menuliskan asal-usul kerajaan pajang. Kerajaan Pajang adalah kerajaan islam di Jawa yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Kerajaan pajang terletak di pengging yang dulunya dipimpin oleh Ki Ageng Pengging selaku Bupati.Yang kemudian dihukum mati oleh raja Demak karena dugaan ingin berontak terhadap kerajaan Demak. Setelah dewasa Jaka Tingkir mengabdikan diri ke Demak, karena kepandaiannya ia diangkat menjadi menantu oleh Sultan Trenggono.
Setelah sultanTrenggono meninggal terjadi perebutan kekuasaan ataran pangeran Sekar Sedolepan dengan Sunan Prawoto. Setelaha sunan Prawoto menjadi raja beliau berhasil dibunuh oleh Arya Penangsang anak Pangeran Sekar Sedolepan tetapi Arya Penangsang berhasil dikalahkan oleh Jaka tingkir yang kemudian dinobatkan menjadi raja dengan nama Hadiwijaya dan beliau memindahkan semua daerah kekuasaan ke Pajang. Ada tiga raja yang pernah memimpin kerajaan pajang, raja pertama adalah Hadiwijaya pendiri kerajaan Pajang itu sendiri.Yang kedua adalah Arya Pangiri anak angkat sekaligus menantunya yang awalnya memimpin Demak. Yang ketiga adalah pangeran Benawa anak kandung Hadiwijaya yang kemudain merebut kekuasaan dari tangan Arya Pangiri.
Kerajaan Pajang dipuncak masa keemasan pada masa kepemimpinan Hadiwijaya, dimana beliau dapat membuat para Raja penting di Jawa timur mengakui kekuasaanya.Beliau berhasil memperluas daerahnya.Selain memperluas dearahnya Pajang mempunyai lumbung padi yang besar karena irigasinya berjalan lancar.Dalam aspek sosial budaya dan ekonomi Pajang mengalami kemajuan.
Dibidang sosial Budaya, kebudayaan yang semula sudah berkembang di Demak dan Jepara menyebar kepedalaman begitupun dengan agama islam yang perlahan menyebar di pedalaman dan pesisir pantai utara dan masyarakat Pajang menjalankan syariat islam dengan sungguh-sungguh. Dalam aspek ekonomi pertanian maju dengan pesat, memiliki lumbung padi yang besar bahkan Pajang sudah melakukan eksport beras melalui perniagaan bengawan solo.
Untuk aspek politik sendiri banyak sekali perselisihan karena perebutan kekuasaan, wali sanga yang dulunya berperan penting pada masa kerajaan Demak bahkan ikut menentukan keputusan politik kerajaan Demak tetapi pada masa kerajaan pajang wali sanga juga masih berperan tapi tidak begitu kental ditambah Sunan Kalijaga meminta kepada sunan kudus agar para wali tidak ikut campur karena sebagai orang tua dan penyebar agama tidak sepantasnya ikut berkelahi merebutkan kekuasaan.
Banyak sekali pihak luar yang ikut campur dengan perselisihan perebutan kekuasaan.Pajang dulunya adalah daerah Pengging, Jaka Tingkir adalah anak dari Kebo Kenanga atau Ki Ageng Pengging yang menjadi bupati di pengging (Hendra 2012).Jadi sebenarnya Pajang dulunya adalah daerah pengging yang bupatinya adalah Ki Ageng Pengging. Ki Ageng pengging yang akhirnya dihukum mati oleh raja demak karena dianggap akan memberontak kerajaan Demak dan untuk menklukkan pengging maka dihukum matilah ki Ageng pengging.
Jaka Tingkir yang dulunya menjadi seorang tamtam di jerajaan Demak di bawah pemerintah Pangeran trenggana, karena keahlianya ia dijadikan meenanntu oleh Sultan Demak (Marwati Djoened Poesponegoro 2010:55). Sepeninggal Sultan Trenggono, Demak mengalami kemunduran. Terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen, saudara Sultan Trenggono yang seharusnya menjadi raja dan Sunan Prawoto, putra sulung Sultan Trenggono.Sunan Prawoto kemudian dikalahkan oleh Arya Penangsang, anak Pengeran Sekar Sedolepen.
Namun, Arya Penangsang pun kemudian dibunuh oleh Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggono yang menjadi Adipati di Pajang (Aprilia Kirana, 2012).Jaka Tingkir menyuruh Ki Ageng Panjawi, Ki Ageng Pemanahan, Ngabei Loring Pasar, dan Juru Martani untuk menyerang Arya Penangsang.Dengan kemenangan tersebut lalu berpindahlah kekuasaan Demak ke Pajang yang dipimpin oleh Jaka Tingkir atau Hadiwijaya (Hendra, 2012).Keberhasilan jaka tingkir mengalahkan Arya Penangsang membawa kemujuran dalam hidupnya. Setelah ia mengalahkan Arya penangsang ia dinobatkan menjadi raja demak yang kemudian pusat pemerintahanya di pindahkan ke Pajang hingga akhirnya menjadi kerajaan Pajang.
Aspek Kehidupan Kerajaan Pajang
- Aspek Sosial Budaya
Pada zaman Pakubuwono I dan Jayanegara bekerja sama untuk menjadikan Pajang semakin maju dibidang pertanian sehingga Pajang menjadi lumbung beras pada abad ke-16 sampai abad 17, kerja sama tersebut saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kehidupan rakyat Pajang mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup kental sehingga masyarakat Pajang sangat mengamalkan syariat Islam dengan sungguh-sungguh.
- Aspek Ekonomi
Pada zaman Paku Buwono 1 (1708) ketika Ibukota Mataram masih ada di Kartasura, ada kerjasama yang baik antara Surakarta pusat dengan Jayengrana bupati Surabaya.Pada masa itu seluruh Jawa Timur kompak dalam mendukung kerjasama antara PakuBuwono 1 dan Jayengrana.
Pajang mengalami kemajuan di bidang pertanian sehingga menjadi lumbung beras dalam abad ke-16 dan 17.Lokasi pusat kerajaaan Pajang ada di dataran rendan tempat bertemunya sungai Pepe dan Dengkeng (ke dua-duanya bermata air di lereng gunung Merapi) dengan bengawan sala.Irigasi berjalan lancar karena air tanah di sepanjan tahun cukup untuk mengairi sehingga pertanian di Pajang maju.
Di zaman Kerajaan Demak baru muncul, Pajang telah mengekspor beras dengan mengangkutnya melalui perniagaan yang berupa Bengawan Sala. Sejak itu Demak sebagai negara maritim menginginkan dikuasainya lumbung-lumbung beras di pedalaman yaitu Pajang dan kemudian juga mataram, supaya dengan cara demikian dapat berbentuk negara ideal agraris maritim.
- Aspek Politik
Arya Penangsang membuat saluran air melingkari Jipang Panolan dan dihubungkan dengan Bengawan Solo.Karena pada sore hari air Bengawan Solo pasang maka air di saluran juga mengalami pasang. Oleh karena itu saluran tersebut dikenal dengan nama Bengawan Sore. Sebetulnya Arya Penangsang sudah tidak berhak mengklaim tahta Demak kepada Sultan Hadiwijaya, karena Pajang adalah sebuah kerajaan tersendiri.Akan tetapi dendamnya kepada putera dan mantu Sultan Trenggono belum pupus.Dia kembali mengirim pembunuh gelap untuk membunuh Sultan Hadiwijaya, mengulangi keberhasilan pembunuhan terhadap Sunan Prawata.Akan tetapi pembunuhan tersebut tidak berhasil.
Dikisahkan Sunan Kalijaga memohon kepada Sunan Kudus agar para sepuh, Wali sebagai ulama dapat menempatkan diri sebagai orang tua.Tidak ikut campur dalam urusan “rumah tangga” anak-anak.Biarkanlah Arya Penangsang dan Hadiwijaya menyelesaikan persoalanya sendiri.Dan yang sepuh sebagai pengamat. Sunattulah akan berlaku bagi mereka berdua, ‘Sing becik ketitik sing ala ketara’. Wali lebih baik mensyi’arkan agama tanpa menggunakan kekuasaan.Biarkanlah urusan tata negara dilakukan oleh ahlinya masing-masing.Wali adalah ahli da’wah bukan ahli tata negara. Jangan sampai para Wali terpecah belah karena berpihak kepada salah satu diantara mereka. Apa kata rakyat jelata, jika melihat para Wali ‘udreg-udregan’, sibuk berkelahi sendiri.
Hampir semua Guru menyampaikan: “Setelah tidak ada aku nanti, mungkin pentolan-pentolan kelompokku sudah tidak punya ‘clash of vision’, tetapi mereka tetap punya ‘clash of minds’, ‘clash of egoes’, mereka merasa bahwa tindakan yang dipilihnya benar menurut pemahamannya, dan kalian akan melihat banyaknya aliran muncul”. seandainya Guru masih hidup maka kebenaran dapat ditanyakan dan tidak akan ada permasalahan. Mereka yang gila kekuasaan menggunakan pemahaman terhadap wasiat Guru sebagai alat untuk membangun kekuasaan. Yang terjadi bukan perang berdasarkan perbedaan keyakinan, tetapi perebutan kekuasaan menggunakan perbedaan pemahaman atau keyakinan sebagai alat yang ampuh.
Dikisahkan Sunan Kudus sebagai Guru Sultan Hadiwijaya, mengundang Sultan untuk dating.ke Kudus untuk mendinginkan suasana. Pada saat itu terjadi perang mulut antara Arya Penangsang dan Sultan Hadiwijaya dan mereka saling menghunus keris. Konon Sunan Kudus berteriak: “Apa-apaan kalian! Penangsang cepat sarungkan senjatamu, dan masalahmu akan selesai!” Arya Penangsang patuh dan menyarungkan keris ‘Setan Kober’nya. Setelah pertemuan usai, konon Sunan Kudus menyayangkan Arya Penangsang, maksud Sunan Kudus adalah menyarungkan keris ke tubuh Sultan Hadiwijaya dan masalah akan selesai.
Akhirnya Arya Penangsang dengan kuda ‘Gagak Rimang’nya dipancing dengan kuda betina Sutawijaya yang berada di luar Bengawan Sore atas saran penasehat Ki Gede Pemanahan dan ki Penjawi. Dan, Arya Penangsang menaiki ‘Gagak Rimang’ yang bersemangat menyeberangi Bengawan Sore. Begitu berada di luar Bengawan Sore kesaktian Arya Penangsang berkurang yang akhirnya dia dapat terbunuh. Atas jasanya Ki Penjawi diberi tanah di Pati dan Ki Gede Pemanahan diberi tanah di Mentaok, Mataram. Sutawijaya adalah putra Ki Gede Pemanahan dan merupakan putra angkat Sultan Hadiwijaya sebelum putra kandungnya, Pangeran Benawa lahir. Sutawijaya konon dikawinkan dengan putri Sultan sehingga Sutawijaya yang akhirnya menjadi Sultan Pertama Mataram yang bergelar Panembahan Senopati, anak keturunannya masih berdarah Raja Majapahit.
Raja – Raja yang Memerintah Kerajaan Pajang
- Jaka Tingkir
Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir. Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar.Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kesultanan Demak.Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus.Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula.Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir).Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.Silsilah Jaka Tingkir :
- Andayaningrat (tidak diketahui nasabnya) + Ratu Pembayun (Putri Raja Brawijaya)→ Kebo kenanga (Putra Andayaningrat) + Nyai Ageng Pengging→ Mas Karebet/Jaka Tingkir.
Meski dalam Babad Jawa, Adiwijaya lebih dilukiskan sebagai Raja yang serba lemah, tetapi kenyataannya sebagai ahli waris Kerajaan Demak ia mampu menguasai pedalaman Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan baik. Perpindahan pusat Kerajaan ke pedalaman yang dilanjutkan lagi oleh Raja Mataram berpengaruh besar atas perkembangan peradaban Jawa pada abad ke-18 dan 19.
Daerah kekuasaan Pajang mencakup di sebelah Barat Bagelen (lembah Bogowonto) dan Kedu (lembah Progo atas). Di zaman Adiwijaya memerintah Pajang, yaitu pada tahun 1578 seorang tokoh pemimpin Wirasaba, yang bernama Wargautama ditindak oleh pasukan-pasukan kerajaan dari pusat. Berita dari Babad Banyumas ini menunjukkan masih kuatnya Pajang menjelang akhir pemerintahan Adiwijaya. Kekuasaan Pajang ke Timur meliputi wilayah Madiun dan disebutkan bahwa Blora pada tahun 1554 menjadi rebutan antara Pajang dan Mataram.
Ada dugaan bahwa Adiwijaya sebgai raja islam berhasil dalam diplomasinya sehingga pada tahun 1581, ia diakui oleh raja-raja kecil yang penting dikawasan Pesisir Jawa Timur. Untuk peresmiannya pernah diselenggarakan pertemuan bersama di istana Sunan Prapen di Giri, hadir pada kesempatan itu para Bupati dari Jipang, Wirasaba (Majaagung), Kediri, Pasuruan, Madiun, Sedayu, Lasem,Tuban, dan Pati. Pembicara yang mewakili tokokh-tokoh Jawa Timur adalah Panji Wirya Krama, Bupati Surabaya.Disebutkan pula bahwa Arosbaya (Madura Barat) mengakui Adiwijaya sehubunga dengan itu bupatinya bernama Panembahan Lemah Duwur diangkat menantu Raja Pajang.
- Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat Demak, yang tewas dibunuh Arya Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.
Arya Penangsang kemudian tewas oleh sayembara yang diadakan Hadiwijaya bupati Pajang.
Sejak itu, Pajang menjadi kerajaan berdaulat di mana Demak sebagai bawahannya.Setelah dewasa, Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan dijadikan sebagai bupati Demak.Sepeninggal Sultan Hadiwijaya akhir tahun 1582 terjadi permasalahan takhta di Pajang.Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa disingkirkan Arya Pangiri dengan dukungan Sunan Kudus. Alasan Sunan Kudus adalah usia Pangeran Benawa lebih muda daripada istri Pangiri, sehingga tidak pantas menjadi raja.
Pangeran Benawa yang berhati lembut merelakan takhta Pajang dikuasai Arya Pangiri sedangkan ia sendiri kemudian menjadi bupati Jipang Panolan (bekas negeri Arya Penangsang). Tokoh Sunan Kudus yang diberitakan Babad Tanah Jawi perlu dikoreksi, karena Sunan Kudus sendiri sudah meninggal tahun 1550. Mungkin tokoh yang mendukung Arya Pangiri tersebut adalah penggantinya, yaitu Panembahan Kudus, atau mungkin Pangeran Kudus Arya Pangiri menjadi raja Pajang sejak awal tahun 1583 bergelar Sultan Ngawantipura.
Ia dikisahkan hanya peduli pada usaha untuk menaklukkan Mataram daripada menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Dia melanggar wasiat mertuanya (Hadiwijaya) supaya tidak membenci Sutawijaya.Ia bahkan membentuk pasukan yang terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan Makassar untuk menyerbu Mataram.
Arya Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap penduduk asli Pajang.Ia mendatangkan orang-orang Demak untuk menggeser kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga tersisih oleh kedatangan penduduk Demak.Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah menjadi perampok karena kehilangan mata pencaharian.Sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdi pada Pangeran Benawa.
- Pangeran Benawa
Pangeran Benawa adalah raja ketiga Kesultanan Pajang yang memerintah tahun 1586-1587, bergelar Sultan Prabuwijaya.Pangeran Benawa adalah putra Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, raja pertama Pajang.Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kesultanan Mataram.Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya.Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.
Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta.Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati.Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih Mancanegara.
Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta.Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang.Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.
Sutawijaya akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian Sultan Hadiwijaya.Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak.Benawa kemudian menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil dalam memerintah.Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram.Orang-orang Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih.Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.
Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin.Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil mengalahkan Pajang.Arya Pangiri dipulangkan ke Demak.Benawa menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya.Namun Sutawijaya menolaknya.Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram. Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Sultan Prabuwijaya.
Masa Kejayaan Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang merupakan Kerajaan Islam pertama yang letaknya berada di daerah pedalaman Jawa.Pada saat Kerajaan Islam Pajang berdiri, kekuasaan hanya ada di sekitaran sekitar Jawa Tengah.Hal ini terjadi karena ketika kerajaan Islam Demak mengalami kemunduran, banyak wilayah di Jawa Timur yang mulai melepaskan diri.Namun kemudian pada tahun 1586 M, Sultan Hadiwijaya beserta beberapa adipati yang ada di Jawa Timur kemudian dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prepen.Nah, pada pertemuan tersebut kemudian para adipati di Jawa Timur mengakui kedaulatan Kerajaan Pajang atas kadipaten yang ada di Jawa Timur
Kerajaan Islam Pajang sendiri mengalami masa keemasan atau masa kejayaan kerajaan Pajang adalah pada masa Sultan Hadiwijaya.Ada banyak pencapaian yang berhasil diraih pada masa Sultan Hadiwijaya.Perpindahan kekuasaan Islam Demak ke Pajang sendiri seakan menjadi sebuah simbol dari kemenangan Islam kejawen atas Islam ortodok pada masa itu.
Masa Kemunduran Kerajaan Pajang
Sepulang dari perang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia.Terjadi persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya.Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.
Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram.Kehidupan rakyat Pajang terabaikan.Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang.Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Sultan Hadiwijaya, namun Pangeran Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.
Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri.Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga.Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram.
Yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya. Sutawijaya sendiri mendirikan Kesultanan Mataram di mana ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang.
Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
Demikianlah pembahasan mengenai Kerajaan Pajang – Peninggalan, Kejayaan, Letak, Runtuh, Politik semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya.