Dalam komunikasi atau interaksi sosial, kita sering menemukan bahwa apa yang kita ungkapkan atau kita sampaikan kepada lawan bicara kita itu kurang difahami dengan baik. Kegagalan memahami pesan ini disebabkan beberapa faktor, antaranya ialah perbedaan usia, perbedaan pendidikan, perbedaan pengetahuan, dan lain-lain. Selain itu, faktor budaya juga berhubungan dengan bahasa.
Pengertian Kata Sapaan
Kata sapaan atau bentuk sapaan yang terdapat dalam sistem panggilan bahasa Melayu seringkali dipanggil atau lebih dikenali sebagai kata panggilan. Kata sapaan ialah sebagai kata yang digunakan bagi menyapa seseorang. Selain itu, kata sapaan ini juga digunakan ketika berkomunikasi dan dijadikan sebagai salah satu cara bagi menghormati seseorang yang diajak berbicara dan selain itu juga ia dianggap bagi mengeratkan tali kekeluargaan dan persahabatan di antara mereka.
Menurut Amat Juhari Moain (1989: 10) bahawa kata sapaan dapat memanifestasikan status atau taraf dan kedudukan seseorang individu dalam hierarki sosial masyarakat yang dianggotainya. Beliau juga berpendapat bahawa masyarakat Melayu mempunyai suatu sistem sapaan dan panggilan yang tertentu. Menurutnya lagi, istilah sapaan ini tidak boleh digunakan sesuka hati ataupun sewenang-wenangnya, kerana kata sapaan itu digunakan mengikut urutan yang tertentu,
yaitu urutan dari segi hubungan kekeluargaan, usia, kedudukan, pangkat serta gelaran yang selaras dengan kehidupan masyarakat Melayu. Ini dapat dilihat bahawa dengan menggunakan istilah sapaan yang betul dan baik, seseorang itu akan dapat menunjukkan rasa hormat dan dihormati sesama mereka, mempunyai budi pekerti yang baik dan beradab sopan di samping mengeratkan lagi tali silaturrahim sesama mereka.
Baca Juga : Konjungsi adalah
Fungsi Kata Sapaan
Menurut Amat Juhari Moain (1989: 2) bahwa sistem sapaan atau panggilan adalah selaras dengan keadaan masyarakat Melayu yang mempunyai beberapa ciri dan juga sifat yang tersendiri dalam susun lapis masyarakat yang memberzakannya dengan masyarakat yang lain. Berdasarkan sistem sapaan itulah, seseorang itu akan mengetahui untuk menentukan kata sapaan yang sesuai mengikut kedudukan, usia, pangkat serta gelaran yang mencerminkan tentang kehidupan mayarakat Melayu.
Ketika berkomunikasi ataupun berinteraksi, dalam setiap bahasa sememangnya telah menentukan norma dan juga sistem atau aturan sosial mereka. Ini adalah bertujuan untuk menilai kesopanan dan memelihara kesopanan ketika bertutur. Budaya dan adat Melayu Brunei mahupun bangsa-bangsa Melayu lainnya masih lagi mengekalkan penggunan ‘sapaan’ atau ‘panggilan ketika berkomunikasi.
Penggunaan sistem sapaan ini merupakan salah satu cara bagi menghormati seseorang di samping bagi mengeratkan lagi hubungan kekeluargaan dan dijadikan sebagai contoh dan tauladan untuk generasi muda dan yang akan datang. Setiap puak yang terdapat di Negara Brunei Darussalam mempunyai kata sapaan yang hampir sama penggunaannya.
Ada yang mengatakan bahawa sistem panggilan mempunyai hubungan di antara penggunaan bahasa Melayu dengan kebudayaan masyarakat Melayu. Dari segi kebudayaan masyarakat Melayu, penggunaan sistem sapaan ini mencerminkan kedudukan sosial seseorang dengan orang yang disapa dan orang yang menyapa. Dalam setiap sub-golongan dalam masyarakat Melayu terdapat suatu sistem sapaan yang tertentu. Penggunaan sistem sapaan tersebut adalah bagi berhubung antara anggota dalam masyarakatnya seperti sesama keluarga, kaum kerabat, rakan sejawat, ahli politik dan sebagainya.
Contohnya, kata sapaan ‘kau’ diucapkan berbeza dalam konteks budaya yang berbeza, iaitu antara puak Melayu Kedayan dan puak Tutong. Sebutan ‘kau’ bagi puak Melayu Kedayan adalah merujuk kepada seseorang yang diajak berbicara atau bertutur dan merujuk seseorang yang lebih tua daripadanya, termasuklah kedua ibu bapa si penutur.
Manakala, sebutan ‘jiyu’ yang bermaksud ‘kau’ bagi puak Tutong adalah merujuk kepada seseorang yang lebih muda daripada si penutur sahaja. Jika hendak menyapa seseorang yang lebih tua darinya, masyarakat puak Tutong ini akan menggunakan kata sapaan ‘kita’. Perbezaan yang wujud antara dua puak Melayu Brunei ini akan dijelaskan kemudian dengan lebih rinci lagi.
Baca Juga : Teks Eksplanasi : Pengertian Dan (Ciri, Struktur, Kaidah, Jenis)
Jenis-Jenis Kata Sapaan
Kata sapaan terdiri beberapan jenis, seperti berikut :
- Kata sapaan yang menunjukkan hubungan kerabat seperti kakek, nenek, bapak (ayah), ibu, paman, bibi, abang, kakak, adik, ananda, mas, mbak.
- Kata sapaan yang berbentuk kata ganti seperti kamu, engkau, saudara, anda, tuan, nyonya, nona, dan sebagainya.
- Kata sapaan yang menunjukkan rasa hormat seperti paduka yang mulia, yang terhormat, dan lain-lain.
- Kata sapaan yang diikuti nama seperti saudara Hasan, bapak Susanto, ibu Amir, dan sebagainya.
Dalam buku Pedoman Umum Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dijelaskan, kata sapaan yang digunakan sebagai penyapaan atau pengacuan ditulis dengan huruf kapital pada awal katanya. Yang dimaksud dengan penyapaan adalah menyapa langsung baik ketika berhadapan (tatapmuka) maupun melalui media seperti telepon atau media lainnya. Kegiatan menyapa langsung ini baru terjadi jika orang yang kita sapa adalah orang kedua (lawan bicara, orang yang diajak berbicara), bukan orang pertama (pembicara) atau orang ketiga (yang dibicarakan). Perhatikancontohberikut!
(1) Ibu bertanya, “Pukul berapa Ayah akan berangkat ke Jakarta?”
Kata ayah pada kalimat di atas adalah kata sapaan yang digunakan sebagai penyapaan karena digunakan untuk menyapa orang kedua (orang yang diajak berbicara). Kata sapaan ini harus ditulis dengan huruf kapital.
Perhatikan pula penggunaan kata ayah pada kalimat berikut:
(2) Ayah berkata, “Sampaikan kepada ibu, hari ini, ayah akan terlambat pulang dari kantor.”
Kata ayah padakalimat (2) di atasdigunakanuntukmenyapa orang pertama (diripembicarasendiri) sehingga tidak termasuk sebagai penyapaan. Demikian pula dengan kata ibu pada kalimat tersebut bukan sebagai penyapaan karena mengacu pada orang ketiga (yang dibicarakan). Menurut EyD, penulisan kata seperti ini tidak boleh diawali dengan huruf kapital.
Perhatikan lagi penggunaan kata ayah pada kalimat (3) berikut ini!
(3) Kita harus menghormati ayah yang telah memperjuangkan hidup kita.
Kata ayah pada kalimat (3) di atas mengacu pada orang ketiga (yang dibicarakan) sehingga tidak digunakan sebagai penyapaan. Kata seperti ini penulisannya juga tidak perlu diawali dengan huruf kapital.
Selain sebagai penyapaan, kata sapaan yang digunakan sebagai pengacuan awal katanya juga harus ditulis dengan huruf besar, seperti pada contoh berikut ini.
(4) Mereka pergi kerumah Pak Camat.
(5) Esok kami akan mengunjungi Ibu Saniah yang sakit.
Baca Juga : 20 Contoh Teks Eksplanasi Beserta Strukturnya [LENGKAP]
Contoh Kata Sapaan Bahasa Inggris
- Good morning
- Good afternoon
- Good evening
- Good night
- Good bye
See you letter… - See you tomorrow…
- How are you ?
- Very well, and you ?
- How is Mr…?
- How is Mrs…?
- Is Miss… well ?
- How are you going..?
- I’II see you tomorrow…
Fine, thanks - Good, thank
- Very well, thank you
- Very well, thanks
- Thank you
- Thank you very much
- Thanks
How is the family..? - How is your mother..?
- How is your father…?
- How is your sister..?
- How is your brother…?
- Don’t forget me…
Contoh Kata Sapaan Kau
Contohnya, kata sapaan ‘kau’ diucapkan berbeda dalam konteks budaya yang berbeda. Tidak ketinggalan juga dengan puak Melayu Kedayan atau masyarakat Kedayan yang mempunyai kata sapaan ‘kau’ yang digunakan kepada sesiapa sahaja dengan tidak mengira usia, kedudukan dan sebagainya. Kedayan menggunakan kata sapaan ‘kau’ dalam berinteraksi atau berkomunikasi dengan sesiapa sahaja tanpa menghadkan penggunaannya.
Begitu juga dengan Puak Tutong. Mereka mempunyai kata sapaan ‘jiyu’ yang mempunyai makna yang sama dengan kata sapaan ‘kau’ yang juga digunakan ketika mereka berinteraksi dengan ahli keluarga dan teman rapat. Dapatlah ditegaskan di sini, penggunaan kata sapaan ‘kau bagi setiap puak itu tidak jauh berbeda.
Baca Juga : “Iklan Baris” Pengertian & ( Ciri – Jenis – Contoh )
Kata Sapaan ‘Kau’ Bagi Puak Melayu Kedayan
Kata sapaan dianggap oleh puak Melayu Kedayan sebagai nilai kebudayaan yang harus ada pada setiap penutur dan ia juga merupakan sebagai satu identiti bagi masyarakat Kedayan. Bagi masyarakat Kedayan, penggunaan kata sapaan ‘kau’ pada seseorang adalah tidak mendatangkan sebarang kesalah fahaman jika orang yang diajak berbicara itu mempunyai kedudukan atau status yang lebih tinggi,
dan lebih tua (ibu bapa, orang tua-tua, bapa saudara dan sebagainya), hubungan antara penutur dan yang diajak bertutur. Mengikut adat mereka, penggunaan kata sapaan ‘kau’ itu tidak memperlihatkan sikap yang negatif atau kurang sopan kepada orang yang lebih tua daripada mereka.
Bagi masyarakat Melayu Kedayan, kata sapaan ‘kau’ itu hanyalah sebagai alat bagi menegur seseorang. Ini tidak bermakna bahawa masyarakat Kedayan tidak mengetahui adat atau adab sopan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua dari mereka. Namun begitu, dalam budaya masyarakat Melayu Kedayan, kata sapaan ‘kau’ itu dapat melihatkan hubungan yang akrab di antara penutur dan yang diajak bertutur.
Bagi mereka hubungan kekeluargaan ini tidak terhad dan bukan hanya di rumah sahaja, tetapi juga di luar rumah dan di mana-mana sahaja mereka berada. Oleh yang demikian, bagi melancarkan perbualan antara keduanya (orang yang berbicara dan yang diajak berbicara), mereka lebih selesa menggunakan kata yang terdapat dalam dialek Melayu Kedayan itu tanpa melihat latar belakang dan status orang yang dibawa berbicara.
Penggunaan kata sapaan ‘kau’ dalam komunikasi seharian mereka adalah sebagai kata yang digunakan sehari-hari dalam perbualan mereka. Penggunaan kata sapaan ‘kau’ itu tidak lagi dilihat dari segi maknanya, malah masyarakat Melayu Kedayan melihat kata sapaan ‘kau’ sebagai keakraban antara yang berbicara dan yang diajak berbicara. Walaupun demikian, dalam berkomunikasi masyarakat Melayu Kedayan juga menjaga intonasi (nada suara) ketika mereka berbicara atau berbual.
Contoh perbualan masyarakat Melayu Kedayan menggunakan kata sapaan ‘kau’ adalah seperti berikut:
- “Pa kan ke mana kau?” kata anak kepada bapanya.
- “Kau ni ma makan sudah?” si Anak bertanya kepada ibunya.
Contoh di atas melihatkan bahawa penggunaan kata sapaan ‘kau’ juga digunakan apabila si anak berinteraksi dengan kedua ibu bapanya. Dalam penggunaan kata sapaan ‘kau’ ini kepada oran yang diajak berbicara, sedikit sebanyak dapat melihatkan bahawa seseorang iu memberikan kepercayaan ketika komunikasi itu berlaku.
Baca Juga : “Kata Tugas” Pengertian & ( Ciri – Jenis – Contoh )
Kata Sapaan ‘Kau’ Bagi Puak Tutong
Kata sapaan ‘jiyu’ yang bermaksud ‘kau’ bagi puak Tutong adalah hanya ditujukan kepada orang yang dibawa berbicara itu seusia dengannya dan lebih muda darinya serta hanya digunakan sesama puak Tutong dengannya sahaja. Berbeza jika masyarakat puak Tutong ini berbicara dengan orang yang bukan dalam puak Tutong, mereka akan menggunakan kata sapaan ‘kita’ sebagai tanda hormat dan beradab sopan.
Namun begitu, bagi masyarakat puak Tutong yang sudah berusia lanjut (terlalu tua), mereka akan tetap menggunakan kata sapaan ‘jiyu’ (kau) tidak kira kepada yang lebih tua darinya, sama puak dengannya, mahupun dengan orang yang bukan puak Tutong. Di samping itu, penggunaan kata ‘jiyu’ ini hanya dijadikan sebagai kata yang merujuk kepada orang yang sebaya dengan orang yang menegur, kawan-kawan, adk-beradik, orang yang lebih muda dan sebagainya.
Manakala, hanya segelintir masyarakat puak Tutong yang bergelar dewasa dan remaja, menggunakan kata sapaan ‘jiyu’ ketika bertutur sesama puak dengannya. Ini kerana niat mereka adalah hendak mempertahankan adat pertuturan mereka yang turun-temurun telah digunakan dalam keluarga mereka. Namun, bagi mereka yang memiliki rasa hormat dan adab sopan kepada orang yang lebih tua darinya, mereka akan lebih tertumpu kepada penggunaan kata sapaan ‘kita’, kerana dengan menggunakan kata sapaan itu mereka berasa mereka telah dididik dengan penuh adab kesopanan dan rasa hormat oleh kedua ibu bapa mereka. Di samping mereka memanifestasikan adab Melayu yang berlandaskan Melayu Islam Beraja.
Selain itu, terdapat masyarakat puak Tutong menggunakan kata sapaan ‘kau’ berbanding menggunakan ‘jiyu’ ketika orang yang dibawa berbicara itu adalah dalam kalangan kawan-kawan dan orang yang lebih muda dengan si penutur. Jika ingin merujuk kepada orang yang lebih tua, kata sapaan ‘biskita’, ‘kita’, ‘awda’, ‘anda’ dan sebagainya, juga digunakan oleh masyarakat puak Tutong tetapi tidak setiap masa (jarang digunakan).
Contohnya, jika sekiranya seseorang yang menyapa (si A) itu baru mengenali seseorang yang disapa (si B), pada mula perbicaraan itu kata sapaan yang seringkali digunakan oleh si A ialah ‘biskita’ dan ‘kita’. Ini adalah bagi melihatkan rasa hormat si A kepada si B kerana belum mengenali antara satu sama lain. Jika si A menggunakan kata sapaan ‘jiyu’ kepada si B, si A melihatnya dari segi maknanya yang melihatkan ketidaksopanan dalam merujuk kepada orang yang baru dikenali.
Namun begitu, kadang-kadang orang yang mendengar atau orang yang diajak berbicara itu akan berasa tersinggung kerana berasa bahawa orang yang berbicara itu tidak menghormatinya dan sebagainya.Berbanding jika seseorang itu sudah lama mengenali antara satu sama lain, barulah kata ‘jiyu’ bermakna ‘kau’ akan digunakan.
Baca Juga : “Kalimat Langsung & Tidak Langsung” Pengertian & ( Ciri – Contoh )
Perbincangan berdasarkan Prinsip Budaya Dan Bangsa
Berdasarkan kedua fenomena di atas, terlihat bahawa bahasa dan budaya itu memiliki hubungan yang saling mengikat untuk suatu tujuan interaksi sosial sesama masyarakat. Pemahaman mengenai bahasa dan budaya merupakan suatu tujuan untuk menghindari salah dari segi ucapan dan tindakan.
Pronomina kata sapaan ‘kita’ digunakan untuk sapaan kepada si pendengar dengan hubungan sosial yang tidak intim. Sebaliknya, penggunaan pronomina kata sapaan ‘kau’ lazim digunakan penutur bahasa jika lawan bicaranya itu adalah orang yang dekat dengannya atau sahabatnya. Mengapa ini boleh terjadi?
Budaya kita mengajarkan kepada kita adat istiadat yang harus dipatuhi oleh masyarakat pemakai bahasa. Kita tidak boleh mengatakan ‘kau’ kepada kedua orang tua kita, atau kepada saudara-saudara kita yang lebih tua dari kita. Begitu juga dalam pergaulan sehari-hari, kita tidak lazim menggunakan kata sapaan ‘kau’ untuk orang yang lebih tua dari kita. Fenomena di atas menggambarkan kepada kita bahawa ada aturan permainan bagaimana kita berkomunikasi dalam berkehidupan masyarakat yang harus kita patuhi bersama yang lazim kita sebut dengan budaya.
Budaya secara tidak langsung mempengaruhi perilaku kita dalam berkomunikasi. Budaya itu juga menjadi tolok ukur penggunaan bahasa dalam interaksi sosial. Fenomena lain dapat digambarkan dalam sudut pandang sapaan dalam bahasa Inggeris. Si anak dalam komuniti di negara-negara yang memiliki bahasa Inggeris sebagai bahasa pengantar mereka dalam pergaulan sehari-hari menyebutkan kata sapaan atau panggilan untuk ayahnya dengan sebutan nama saja, misalnya John dan bukannyafather atau Daddy. Namun, kita juga sering menjumpai mereka lebih suka memanggil ayah atau bapa mereka dengan sebutan father atau daddy.
Kedua contoh di atas menggambarkan betapa eratnya hubungan antara bahasa dan budaya, serta bahasa mempengaruhi budaya, begitu juga sebaliknya bahwa budaya berpengaruh pada bahasa. Dalam hipotesis Sapir-Whorf dinyatakan bahawa bahasa menentukan bukan hanya budaya tetapi juga cara dan jalan fikiran manusia (Allen & Corder 1973: 101). Dengan perkataan lain, suatu bangsa yang berbeza bahasanya dari bangsa lain akan mempunyai jalan fikiran yang berbeza pula.
Perbezaan dari segi budaya dan jalan fikiran manusia itu bermula dari perbezaan bahasa. Tanpa adanya bahasa, manusia tidak mempunyai fikiran sama sekali. Hipotesis Sapir-Whorp ini belum dapat dibuktikan sampai sekarang kerana ilmu pengetahuan menekankan satunya jalan fikiran manusia. Dalam ilmu pengetahuan, bahasa digunakan sebagai alat menyatakan fikiran. Suatu fikiran bila dinyatakan dalam satu bahasa tidak akan berbeza bila dinyatakan dalam bahasa lain. Dengan demikian, bahasa itu tidak mempengaruhi jalan fikiran, apatah lagi menentukan sebagaimana yang dinyatakan hipotesis Sapir-Whorf.
Perbedaan budaya ada kaitannya dengan perbedaan bahasa. Ini dapat dilihat jika kita menterjemahkan kalimat bahasa ‘It rains cats and dogs’ ke dalam bahasa Melayu yang bererti “hujan sangat lebat” dan bukan “hujan kucing dan anjing.” Budaya Inggeris memiliki suatu realiti yang mendasari bahawa adat kebiasaan binatang seperti kucing dan anjing bila berjumpa akan saling bermusuhan. Dengan demikian, pemberian makna cats and dogs adalah suatu ungkapan yang menyatakan sesuatu yang terjadi secara terus menerus. Hal yang sama juga ada dalam bahasa Melayu. Ungkapan ‘Saya sudah membanting tulang dariwaktu pagi hinggawaktu malam’ tidak bermakna bahawa ‘saya “membanting tulang-tulang” yang ada dalam tubuh saya’.
Namun, makna membanting tulang yang disepakati dan menjadi kebiasaan dalam masyarakat pemakai bahasa Melayu bererti “bekerja keras.”Selain itu, kata meninggal dunia dalam budaya Melayu Brunei dan budaya barat memiliki perbezaan yang jelas. Untuk menyatakan orang itu sudah tidak bernyawa lagi, masyarakat Melayu Brunei memiliki beberapa kata, seperti wafat, mangkat, meninggal dunia, pulangke Rahmatullah, dan lain-lain. Dalam konteks budaya, ungkapan meninggal dunia merupakan hal yang paling lumrah dalam sejarah perjalanan kehidupan masyarakat Melayu Brunei.
Hal yang berbeza terjadi dalam bahasa Inggeris. Meskipun sejarah negara-negara barat tidak luput dari pergolakan peperangan, penggunaan kata meninggal dunia diekspresikan dengan dua kata saja, iaitu die dan pass away. Pemilihan kata-kata yang sesuai untuk kepentingan interaksi sosial sangat tergantung pada budaya tempat bahasa itu digunakan.
Ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Sumarjan & Partana (2002: 20) bahawa bahasa sering dianggap sebagai hasil sosial atau hasil budaya, bahkan merupakan bahagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan itu. Sebagai hasil sosial atau budaya tertentu, bahasa merupakan wadah aspirasi sosial, kegiatan dan perilaku masyarakat, wadah penyingkapan budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu. Bahasa boleh dianggap sebagai cermin zamannya. Ertinya, bahasa itu dalam suatu masa tertentu mewadahi apa yang terjadi dalam masyarakat.
Bahasa sebagai hasil budaya mengandungi nilai-nilai masyarakat penuturnya. Dalam bahasa Bali terdapat ungkapan berbunyi ‘Da ngaden awak bisa’ (jangan menganggap diri ini mampu) mengandungi nilai ajaran agar orang jangan berasa boleh; yang kira-kira selaras dengan ungkapan dalam bahasa Jawa ‘rumongso biso’, ‘nanginging ora biso rumongso’ (berasa mampu tetapi tidak mampu berasakan apa yang dirasakan orang lain).
Sekian penjelasan artikel diatas tentang Kata Sapaan – Pengertian, Bahasa Inggris, Contoh, Ciri & Fungsi semoga dapat bermanfaat untuk seluruh pembaca.